"From the Depths of Our Hearts": Suara Gaduh dari Keheningan


Kontroversi seringkali menjadi daya tarik yang mengiringi pembeli untuk mencari sebuah buku. Hal itu mengikuti prinsip “semakin dilarang, semakin dicari”. Demikian yang terjadi dengan buku From the Depths of Our Hearts yang secara resmi diluncurkan pada 15 Januari 2020.

 

Sebelum resmi diluncurkan, buku yang diklaim ditulis oleh Kardinal Robert Sarah bersama dengan Paus Emeritus Benediktus XVI ini telah menimbulkan kontroversi. Walaupun tidak sepopuler Da Vinci Code, From the Depths of Our Hearts lantas menjadi salah satu buku paling laris di bagian clergy di situs Amazon.

 

Bukan semata karena subjudulnya menjanjikan jawaban atas keingintahuan, Prieshood, Celibacy, and the Crisis of the Catholic Church, daya tarik buku tersebut terutama adalah nama Paus Emeritus Benediktus XVI yang tercantum sebagai salah satu pengarangnya (co-author). Apa yang sebenarnya dipersoalkan?

 

Dua Paus

Paus Emeritus Benediktus XVI kembali menjadi perbincangan setelah film berjudul Two Pope dirilis Netflix pada akhir tahun 2019. Film tersebut menceritakan mulusnya pengunduran diri Paus Benediktus XVI hingga terpilihnya Paus Franciskus sebagai penggantinya.


Dalam film tersebut, digambarkan bahwa kedua Paus tersebut mewakili kelompok yang berseberangan di dalam Gereja Katolik. Paus Benediktus XVI mewakili kelompok konservatif sedangkan Paus Fransiskus mewakili kelompok progresif.

 

Film yang mengambil inspirasi dari kisah nyata tersebut lantas membuka kenangan publik terhadap Paus Emeritus Benediktus XVI yang mengumumkan mundur pada 10 Februari 2013 karena merasa tak lagi mampu secara fisik dan mental untuk melayani dengan maksimal.

 

Pengumuman tersebut mengemparkan dunia karena pengunduran diri Paus sangat jarang terjadi dalam sejarah Gereja Katolik. Tercatat, Paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Paus Gregorius XII pada tahun 1415.

 

Pengganti Benediktus, Kardinal Jorge Maria Bergoglio terpilih sebagai Paus ke-266 dengan nama Paus Fransiskus pada 26 Maret 2013.

 

Dengan pengunduran diri tersebut, terdapat dua Paus. Satu Paus Emeritus Benediktus XVI dan satu lagi Paus Fransiskus.

 

Akan tetapi, Paus Emeritus sudah sejak pengumuman pengunduran dirinya menyatakan bahwa dia akan mendedikasikan hidupnya untuk berdoa dan mengasingkan diri dari dunia (hidden from the world).

 

Dengan demikian, hanya ada satu Paus yang secara sah memimpin umat Katolik di dunia, Paus Fransiskus. Di dalam Gereja Katolik Roma selama ini kebijakan berada di tangan Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma.

 

Ketika tiba-tiba muncul buku tentang hidup selibat imamat (kepastoran) yang ditulis bersama Kardinal Robert Sarah dan Paus Emeritus Benediktus XVI, banyak spekulasi bermunculan.

 

Keluar dari keheningan

Pada akhir tahun 2019 hingga awal 2020, di dalam Gereja Katolik, sedang dipertimbangkan kemungkinan menahbiskan pria yang sudah menikah untuk menjadi pastor. Proposal tersebut diajukan oleh Sinode Uskup Amazon pada Oktober 2019.

 

Salah satu hasil Sinode Para Uskup di Kawasan Amazon adalah permohonan untuk menahbiskan pria yang telah menikah di kawasan terpencil demi mendukung komunitas Kristiani yang tak terlayani oleh pastor.

 

Gerakan tersebut dapat dilihat sebagai suara dari kaum progresif dalam Gereja Katolik. Usulan yang muncul dari Sinode Para Uskup Kawasan Amazon tersebut mendapat tanggapan dari golongan konservatif. Ide untuk mengizinkan laki-laki yang telah menikah untuk ditahbiskan menjadi imam Gereja Katolik di Amazon dianggap dapat menghapus selibat.

 

Dalam suasana tersebut, muncul buku From the Depths of Our Hearts. Para pendukung gelombang pembaruan Gereja di bawah Paus Fransiskus melihat bahwa waktu penerbitan buku tersebut merupakan bentuk intervensi dari golongan konservatif Gereja Katolik dengan mencatut nama Paus Emeritus Benediktus XVI.

 

Buku berisi 152 halaman tersebut terbagi dalam empat bagian, yakni pengantar, surat dari Benediktus, surat dari Kardinal Sarah, dan kesimpulan.

 

Dalam buku tersebut, Paus Emeritus Benediktus menyatakan bahwa hidup selibat, tidak menikah, merupakan hal yang signifikan karena menjadikan seorang imam fokus pada tugasnya.

 

Dalam buku tersebut, menurut catholic news agency, Paus Emeritus menuliskan bahwa selibat merupakan hakikat dari imamat, bukan suatu pilihan.

 

Suara dari Paus Emeritus Benediktus XVI yang telah mengundurkan diri pada tahun 2013 ini cukup mengherankan karena terkesan merupakan suatu intervensi. Padahal, dalam Gereja Katolik, ketaatan pada pimpinan adalah suatu hal yang dijunjung tinggi.

 

Selain itu, buku tersebut seakan menunjukkan bahwa Paus Emeritus Benediktus XVI mengingkari janjinya untuk hidup menyepi pada saat mengundurkan diri.

 

Kontroversi yang mendampingi buku tersebut adalah seberapa besar peran Paus Emeritus Benediktus XVI dalam pengantar dan kesimpulan buku. Selain itu, muncul juga keraguan, apakah benar Paus Emeritus memberikan izin kepada penerbit untuk menggunakan namanya sebagai co-author pada buku tersebut.

 

Pendapat berbeda

Mengingat kontroversi yang dibawa buku tersebut, pada 14 Januari 2020, Presiden Ignatius Press Mark Brumley, yang menerbitkan buku tersebut, menganggap perlu untuk membuat pernyataan pers menyangkut pencantuman nama Paus Emeritus Benediktus XVI sebagai pengarang.

 

Ia menjelaskan, pencantuman nama Paus Emeritus Benediktus XVI bersama dengan Kardinal Robert Sarah sebagai hal yang sudah sesuai dengan kaidah dalam Chicago Manual of Style.

 

Alasannya, di dalam buku tersebut terdapat tulisan yang dibuat bersama pada bagian pengantar dan kesimpulan, serta terdapat bab yang ditulis oleh Paus Benediktus sendiri. Selain itu, sebelumnya telah dilakukan korespondensi antara Paus Emeritus dengan Kardinal Sarah.

 

Pada tanggal yang sama, Kardinal Robert Sarah pun kemudian membuat pernyataan resmi terkait kontroversi yang menyertai penerbitan buku tersebut. Ia menyatakan telah bertemu dengan Paus Emeritus untuk memastikan kontroversi yang telah terjadi.

 

Selain itu, Kardinal Sarah menjelaskan bahwa sebelumnya Paus Emeritus telah diberi informasi yang memadai terkait pencatuman namanya sebagai co-author dalam buku tersebut.

 

Kontroversi tersebut seolah-olah menempatkan Kardinal Robert Sarah bertentangan langsung dengan Paus Fransiskus. Saat ini, Kardinal Robert Sarah menjabat sebagai Prefek Konggregasi untuk Ibadat Ilahi dan Sakramen di Vatikan.

 

Oleh karena itu, Kardinal Robert Sarah menyatakan bahwa relasinya dengan Paus Emeritus tetap terjaga baik, sedangkan ketaatannya terhadap Paus Fransiskus adalah suatu hal yang absolut.

 

Masih pada tanggal yang sama, sekretaris pribadi Paus Emeritus Benediktus XVI, Monsinyur Georg Gaenswein juga memberikan keterangan resmi. Menurutnya, sesuai dengan nasihat Paus Emeritus, ia telah meminta Kardinal Robert Sarah untuk menghubungi penerbit dan memintanya menghilangkan nama Benediktus XVI sebagai co-author dan juga menghilangkan namanya di bagian pendahuluan dan kesimpulan.

 

Menurut Monsinyur Gaenswein, Paus Emeritus mengetahui bahwa Kardinal Sarah sedang mempersiapkan buku. Akan tetapi, Paus Emeritus tidak menyetujui rencana penggunaan dua pengarang dalam buku tersebut.

 

Sebagai langkah lanjut, penerbit Ignatius Press menyatakan bahwa tidak akan menghilangkan nama Paus Emeritus Benediktus XVI sebagai co-author dari buku tersebut.

 

Alasannya, dalam buku tersebut memang terdapat bagian pengantar dan kesimpulan yang ditulis bersama dengan Kardinal Robert Sarah. Selain itu, terdapat bagian yang memang ditulis oleh Paus Emeritus yang berjudul “The Catholic Priesthood”.

 

Pendapat berbeda disampaikan oleh Kardinal Robert Sarah. Menurutnya, untuk penerbitan selanjutnya, buku tersebut tak akan mencantumkan Paus Emeritus Benediktus XVI sebagai penulis, tetapi diganti dengan keterangan “Ditulis oleh Kardinal Robert Sarah dengan kontribusi oleh Paus Emeritus Bendictus XVI” (with a contribution by Benedict XVI). Sedangkan, isi buku tersebut tidak akan diubah.

 

Menegaskan Identitas

Dalam ranah akademik, kontroversi yang mengiringi sebuah buku dapat dihadapi dengan menerbitkan buku lain yang berbeda sudut pandang, bukan dengan melarangnya. Dengan demikian, pembaca akan mendapatkan perspektif yang lebih luas bahwa terdapat berbagai cara pandang dalam menghadapi suatu persoalan.

 

Tentu saja, hal tersebut perlu didahulu dengan membaca buku tersebut agar tidak terjebak pada asumsi yang dibawa oleh kontroversi di seputar penerbitan sebuah buku.

 

Akan tetapi, strategi akademik tersebut tidak serta merta dapat digunakan terhadap persoalan yang menyangkut ajaran dan iman dari suatu agama.

 

Selibat bagi para pastor sudah dipraktikan sejak lama dalam Gereja Katolik. Bagi banyak orang, selibat merupakan kata kunci untuk menjadi pastor Katolik. Pastor katolik diharapkan mempersembahkan diri sendiri bagi gereja dan tidak disibukkan dengan “hal-hal duniawi”, seperti istri atau keluarga.

 

Kalangan progresif tentu saja berharap bahwa Paus Fransiskus mengizinkan proposal dari para uskup di kawasan Amazon. Hal ini dianggap dapat menunjukkan bahwa institusi Gereja Katolik mampu beradaptasi terhadap realitas yang terjadi di Amazon.

 

Sebaliknya, penolakan dari Paus Fransiskus akan memuaskan golongan konservatif karena Paus dianggap tetap mempertahankan selibat sebagai identitas yang melekat pada pastor Gereja Katolik.

 

Dalam banyak kasus, termasuk dalam menanggapi kontroversi yang mengiringi buku Da Vinci Code, Gereja Katolik akan berkawan dengan waktu. Setelah suara-suara gaduh menjadi tenang, yang tetap ditunggu adalah pendapat resmi Paus Fransiskus. Bukan pendapat tentang buku From the Depths of Our Hearts, tetapi tentang Siapa Gereja Katolik di dunia saat ini. ***



Referensi


Artikel

Sumber Lain

Komentar